Kamis, 22 Nopember 2012
JAKARTA (Suara Karya): Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo mengatakan,
perekonomian Indonesia belum menunjukkan gejala overheating seiring
dengan fundamental ekonomi domestik yang dinilai masih kuat.
"Secara umum kinerja ekonomi Indonesia sampai saat ini masih baik,
indikator perekonomian juga masih terjaga, dan belum ada gejala
terjadinya overheating," ujar Menkeu di Jakarta, Rabu.
Dia mengemukakan, gejala overheating atau pemanasan ekonomi itu dapat
terjadi karena komposisi impor yang produktif. Sementara kondisi ekspor
dalam negeri mengalami kenaikan sebesar 13 persen menjadi 5,9 miliar
dolar AS, meski impor juga masih naik 11 persen menjadi 15,3 miliar
dolar AS.
"Kondisi ekspor-impor ini masih wajar, meski ekspor belum tinggi.
Selama empat kuartal terakhir, neraca perdagangan Indonesia mengalami
defisit, sementara pada kuartal ketiga 2012 sudah mengalami surplus,"
kata Menkeu.
Menurut dia, tingkat inflasi masih sesuai target di level 4,5 persen
serta neraca perdagangan yang mencatatkan surplus yang sebelumnya
mencatatkan defisit menunjukkan ekonomi domestik positif.
Dia menjelaskan, gejala overheating juga dapat terjadi jika pertumbuhan
kredit yang tinggi dan aset properti yang naik secara tidak wajar.
"Tapi dilihat dari semua indikator, performa ekonomi Indonesia masih
relatif lebih baik dibanding negara lain. Sehingga, hingga saat ini,
pemerintah menilai perekonomian Indonesia masih wajar dan belum
menunjukkan gejala overheating," kata Agus.
Dia menambahkan, ciri dari overheating juga dapat terlihat dari produk
domestik bruto (PDB) yang turun dengan inflasi yang tinggi.
Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI,
Perry Warjiyo menambahkan, overheating merupakan kondisi dimana sisi
permintaan dalam perekonomian tumbuh sangat cepat dan lebih tinggi dari
kapasitas produksi nasional.
Dari sisi domestik, lanjut dia, kondisi itu tercermin pada tekanan
inflasi inti yang tinggi, sementara dari sisi eksternal terlihat pada
defisit transaksi berjalan yang besar.
"Sejumlah indikator lain biasanya juga menunjukkan pemanasan ekonomi,
seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi tingkat output potensial,
kredit yang tumbuh tinggi, harga aset yang terlalu tinggi (buble), dan
defisit fiskal yang besar," kata dia.
Dia mengatakan, fokus kebijakan BI pada pengelolaan keseimbangan
eksternal dengan tetap memberikan dukungan pada perkembangan ekonomi
domestik. "Respon kebijakan BI yakni mempertahankan suku bunga BI Rate
di 5,75 persen, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan
kondisi fundamental, Meningkatkan pendalaman pasar valas, dan kebijakan
makroprudensial melalui pengelolaan pertumbuhan kredit," kata dia.sumber;www.ekomnomi masih kuat .com
0 komentar:
Posting Komentar